ILMU PERUNDANG-UNDANGAN
OLEH SYAIFUL HIDAYATULLAH
Ilmu Perundang- undangan merupakan ilmu
interdisipliner yang mempelajari tentang pembentukan peraturan negara. Ilmu
Perundang-undangan berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan
peraturan perundang-undangan, dan bersifat normatif.
Perbedaan
Perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan
-
Perundang-undangan > hanya
terbatas pada undang-undang saja. Contohnya UU
-
Peraturan perundang-undangan
> dipahami secara luas, mencakup beberapa aturan, terbatas pada
undang-undang. Contoh : Perpu,PP, Perpres, dan Perda
Sumber Hukum Besar
1.
Eropa Kontinental (Civil Law Sistem)
Ciri dari eropa
continental adalah penempatan perundang-pundangan sebagai sumber hokum utamanya
(negar-negara eropa daratan dan negara jajahannya termasuk indonesia).
2.
Common law
Sumber hokum
utamanya adalah putusan hokum, kalaupun tedapat undang-undang tetapi tidak
menjadi sumber utama seperti dinegara Civil law. Hokum ini berasal dari
inggris.
Pancasila Sumber Hukum Dari Segala Sumber Hukum
Sesuai pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke-empat :
• Ketuhanan
• Kemanusiaan
• Persatuan
• Kerakyatan
• Keadilan
Materi muatan yang tidak sesuai dengan Pancasila adalah peraturan yang tidak pancasilais
Pengertian Norma
Ukuran yang harus
dipatuhi oleh seseorang dalam hubungan dengan lingkungan (pedoman, patokan dan
aturan) sedangkan norma hokum ialah norma yang dibuat tertulis oleh lembaga
berwenang. Norma tidak tertulis: moral, adat, agama, tumbuh dan berkembang dari
kebiasaankebiasaan di masyarakat.
Sejarah Pengaturan Pembentukan Perundang-undangan
1.
Undang-undang no.
1 tahun 1950
2.
Undang-undang no.
2 tahun 1950
3.
Ketua MPRS no.
XX/MPRS/1966
4.
Ketetapan MPR
Ketetapan MPR RI
yang menggunakan istilah ‘Peraturan Perundang-undangan’ adalah sebagai berikut:
1. Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/1993 tentang Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) dalam program pembangunan hukum menyebutkan “upaya penggantian peraturan
Perundangundangan yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”
2. Reformasi MPR-RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional
sebagai Hukum Negara, pada huruf C Bidang Hukum yang menyebutkan, “Pembangunan
hukum khusus yang menyangkut peraturan Perundang-undangan organik tentang
pembatasan kekuasaan Presiden belum memadai. Oleh karena itu, perlu pengkajian
terhadap fungsi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
3. Ketetapan MPR-RI No IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara Tahun 1999-
2004, antara lain: a. Pasal 3 menyebutkan,
“dengan adanya ketetapan ini, materi yang belum tertampung dalam dan tidak
bertentangan dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 ini, dapat
diatur dalam peraturan Perundang-undangan.” b. Dalam arah kebijakan bidang hukum,
Pasal 7 menyebutkan, “mengembangkan peraturan Perundang-undangan yang mendukung
kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan
kepentingan nasional
Istilah ini juga digunakan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) 1945 setelah perubahan,
yaitu:
1.
Dalam pasal 24A ayat (1) UUD
1945 menyebutkan bahwa “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan Perundang-undangan di bahwa undangundang terhadap
undangundang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang.
2.
Pasal 28I ayat (5) UUD NRI1945
menyebutkan untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan Perundang-undangan.
3.
Pasal I Aturan Peralihan UUD
NRI 1945 menyebutkan “segala peraturan Perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang
Dasar ini.
Istilah tersebut juga
pernah digunakan dalam Konstitusi RIS 1949 sebagaimana dimuat dalam
Pasal 51 ayat (3) dengan rumusan
‘Perundangundangan federal’ dan dalam UUD Sementara 1950 sebagaimana dimuat
dalam Bagian II dengan judul ‘Perundang-undangan’ dan dalam Pasal 89 yang
menyebut ‘kekuasaan Perundang-undangan’.
Penyusunan
undang-undang
- Rancangan
undang-undang berasal dari DPR atau presiden - Rancangan yang
berasal dari Dpr dapat berasal dari DPD
Dalam hal untuk
melakukan penetapan atas isu-isu kedaerahan DPD hanya terlibat sebatas
menampung isu-isu atau aspirasi daerah. Penetapan atas isu-isu atau aspirasi
maupun aturan tidak pernah dilibatkan DPD dalam pemngambilan keputusan
selanjutnya (tingkat 2). Ruang itu menjadi domain dari DPR saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar