Rabu, 11 Agustus 2021

Money Politik Lancar, Bawaslu Membiarkan ?

 money politik  "LANCAR" dan "BAWASLU" terkesan membiarkan ? 


"Tidak terkecuali dengan saya, pastilah anggapan diatas menjadi tanda tanya besar bagi siapapun".


        BAWASLU sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang dalam melakukan pengawasan untuk urusan kepemiluan, tentulah sudah jelas bagaimana penindakan serta terapan sanksi yang akan diberikan manakala terjadi pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh salah satu paslon. 

       Salah satu dari kewenangan Bawaslu adalah menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan pemilu. Salah satu pelanggaran pemilu disini ialah "money politik". Dalam hal mencegah agar tidak terjadinya praktik "Politik Uang" atau "Money Politik" adalah bagian tugas dari Bawaslu. 

Lantas kenapa Bawaslu diam-diam saja ? 

Yaa jelas,  Penjelasan dari kewenangannya kira-kira begini, " inisiatif untuk melakukan pelaporan adalah ada pada masyarakat itu sendiri. "

apabila diduga ada pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh salah satu paslon seperti praktik money politik, inisiatif untuk melaporkannya ada pada masyarakat. Dari masyarakat inilah laporan itu mulai ada. setelah itu, barulah dilaporkan ke bawaslu. Bawaslu hanya sebatas menerima dan menindaklanjuti laporan tersebut". 

Jadi, wajar apabila praktek money politik disetiap pemilu itu lancar-lancar saja, seperti jalan TOL. Bawaslu hanya bersifat pasif, tidak aktif. Pasif yang dimaksudkan disini, tidak secara langsung untuk melalukan pemantauan maupun penangkalan terhadap para "TIMSES" yang berkemungkinan melakukan praktek "Money Politik" dilapangan yang tersebar di seluruh daerah. Sedangkan aktif, pastilah akan melakukan FULL operasi pada waktu-waktu rentan terjadinya praktek "Money Politik" bahkan setiap hari.

Jika inisiatif untuk melakukan pelaporan  datang dari masyarakat, Pastilah antara masyarakat akan saling melindungi dan melancarkan aksi-aksi praktek "money politik" untuk suksesi pasangannya masing-masing. Dalam keadaan seperti ini wajah demokrasi kita seperti berada dalam hutan yang tanpa di kontrol oleh apapun. Keberingasan tindakan yang berujung pada tidak harmonisnya dan tidak rukunnya hubungan bertetangga akan selalu di jumpai disetiap kontestasi dinegara kita. Padahal ini merupakan ancaman serius, namun dianggap sepele. 

Bangsa kita terkesan senang sekali jatuh pada lubang yang sama salahnya. Ini terus berulang. Keberadaan Bawaslu tidak berfungsi apa-apa. Dia hanya sebagai pemenuhan atas sistem demoksrasi prosedural semata.

Bila wajah demokrasi kita seperti "Hutan Rimba raya". singa, macan, harimau, ular, dan hewan-hewan beringas lainnya tetap masih ada, itu sama halnya kita "mengiyakan" atau "membenarkan" setiap tindakan yang dilakukan oleh hewan-hewan buas itu. Anehnya itu kita. Iyaa Kita yang sudah tidak lagi menggunakan akal dan pikiran. Semua saling sikut, dan saling makan. Kalau sudah seperti itu, Naas dan tragis. Kerukunan terancam dan kita menjadi mahluk yang asosial.

Harapan kedepannya pembaruan Undang-undang kepemiliuan dapat menempatkan tugas dan wewenang bawaslu haruslah "super power" melakukan pengamanan, pemantuan sekaligus inisiatif untuk mencari "Penyuap" suara rakyat dalam bentuk  praktek "Money Politik" harus benar-benar dilakukan. 

Mungkinkah kita mampu menjadi manusia "Pemberani" yang melepaskan Jubah "Kepentingan" untuk melaporkan praktek "Money Politik" demi tegaknya demokrasi yang sehat ke BAWASLU ?

Wallahualam bisyawab

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

OLEH SYAIFUL HIDAYATULLAH

 

Ilmu Perundang- undangan merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari tentang pembentukan peraturan negara. Ilmu Perundang-undangan berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, dan bersifat normatif.

 

Perbedaan Perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan

 

-       Perundang-undangan > hanya terbatas pada undang-undang saja. Contohnya UU

-       Peraturan perundang-undangan > dipahami secara luas, mencakup beberapa aturan, terbatas pada undang-undang. Contoh : Perpu,PP, Perpres, dan Perda

 

Sumber Hukum Besar

1.       Eropa Kontinental (Civil Law Sistem)

Ciri dari eropa continental adalah penempatan perundang-pundangan sebagai sumber hokum utamanya (negar-negara eropa daratan dan negara jajahannya termasuk indonesia).

2.       Common law 

Sumber hokum utamanya adalah putusan hokum, kalaupun tedapat undang-undang tetapi tidak menjadi sumber utama seperti dinegara Civil law. Hokum ini berasal dari inggris.

 

Pancasila Sumber Hukum Dari Segala Sumber Hukum

Sesuai pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke-empat :

       Ketuhanan

       Kemanusiaan

       Persatuan

       Kerakyatan

       Keadilan

Materi muatan yang tidak sesuai dengan Pancasila adalah peraturan yang tidak pancasilais


Pengertian Norma

Ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungan dengan lingkungan (pedoman, patokan dan aturan) sedangkan norma hokum ialah norma yang dibuat tertulis oleh lembaga berwenang. Norma tidak tertulis: moral, adat, agama, tumbuh dan berkembang dari kebiasaankebiasaan di masyarakat.

Sejarah Pengaturan Pembentukan Perundang-undangan

1.      Undang-undang no. 1 tahun 1950

2.      Undang-undang no. 2 tahun 1950

3.      Ketua MPRS no. XX/MPRS/1966

4.      Ketetapan MPR

 

Ketetapan MPR RI yang menggunakan istilah ‘Peraturan Perundang-undangan’ adalah sebagai berikut:

1.     Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/1993 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam program pembangunan hukum menyebutkan “upaya penggantian peraturan Perundangundangan yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”

2.     Reformasi MPR-RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Hukum Negara, pada huruf C Bidang Hukum yang menyebutkan, “Pembangunan hukum khusus yang menyangkut peraturan Perundang-undangan organik tentang pembatasan kekuasaan Presiden belum memadai. Oleh karena itu, perlu pengkajian terhadap fungsi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

3.     Ketetapan MPR-RI No IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-

2004, antara lain: a. Pasal 3 menyebutkan, “dengan adanya ketetapan ini, materi yang belum tertampung dalam dan tidak bertentangan dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 ini, dapat diatur dalam peraturan Perundang-undangan.” b. Dalam arah kebijakan bidang hukum, Pasal 7 menyebutkan, “mengembangkan peraturan Perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional

Istilah ini juga digunakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) 1945 setelah perubahan, yaitu:

1.    Dalam pasal 24A ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan Perundang-undangan di bahwa undangundang terhadap undangundang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang.

2.    Pasal 28I ayat (5) UUD NRI1945 menyebutkan untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan Perundang-undangan.

3.    Pasal I Aturan Peralihan UUD NRI 1945 menyebutkan “segala peraturan Perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang

Dasar ini. 

Istilah tersebut juga pernah digunakan dalam Konstitusi RIS 1949 sebagaimana dimuat dalam

Pasal 51 ayat (3) dengan rumusan ‘Perundangundangan federal’ dan dalam UUD Sementara 1950 sebagaimana dimuat dalam Bagian II dengan judul ‘Perundang-undangan’ dan dalam Pasal 89 yang menyebut ‘kekuasaan Perundang-undangan’.

Penyusunan undang-undang 

- Rancangan undang-undang berasal dari DPR atau presiden - Rancangan yang berasal dari Dpr dapat berasal dari DPD

Dalam hal untuk melakukan penetapan atas isu-isu kedaerahan DPD hanya terlibat sebatas menampung isu-isu atau aspirasi daerah. Penetapan atas isu-isu atau aspirasi maupun aturan tidak pernah dilibatkan DPD dalam pemngambilan keputusan selanjutnya (tingkat 2). Ruang itu menjadi domain dari DPR saja. 


PENGUATAN ADVOKASI PEREMPUAN DAN ANAK


Oleh : Syaiful Hidayatullah
(Bidang Advokasi PP Rumah Perempuan dan Anak)

A. Gambaran umum mengenai advokasi

pengertian advokasi adalah suatu bentuk tindakan yang mengarah pada pembelaan, memberi dukungan, atau recomendasi berupa dukungan aktif. Advokasi juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk upaya untuk mempengaruhi kebijakan public dengan melakukan berbagai macam pola komunikasi yang persuasive.

B. Pembagian konsentrasi Advokasi Rumah Perempuan dan Anak (RPA)

Rumah Perempuan dan Anak (RPA) merupakan lembaga yang konsen terhadap pendidikan, kajian, advokasi terhadap perempuan dan anak, tentu dalam hal pemenuhan atas hak-hak tersebut, RPA membagi konsentrasi advokasi menjadi Dua, diantaranya adalah :

a. Advokasi Penanganan Kasus

Yaitu advokasi yang dilakukan oleh RPA sebagai proses pendampingan terhadap perempuan dan anak yang belum memiliki kemampuan membela diri dan kelompoknya. Bentuk penanganan kasus yang dilakukan oleh RPA meliputi :

- Menangani kasus merupakan upaya pendampingan terhadap korban yang dilakukan diluar pengadilan (non litigasi) dan didalam pengadilan (litigasi). Diluar pengadilan (non Litigasi) merupakan langkah persuasive sebelum masuk pengadilan, dengan menggunakan upaya Konsultasi antara korban dengan konsultan sesuai dengan kebutuhan korban, Negosiasi yaitu suatu upaya untuk mencapai kesepakatan bersama (para pihak) atas dasar kerjasama, Mediasi yaitu upaya merundingkan para pihak didepan seorang mediator (pihak ke3) agar tercapainya kesepakatan, Konsiliasi merupakan upaya menghadirkan solusi yang terbaik oleh seseorang bagi kebaikan para pihak, serta meminta keterangan atau pendapat dari seorang Ahli berdasarkan keilmuan yang dimiliki olehnya dengan kasus yang sedang ditangani. Litigasi

merupakan pendampingan hukum melalui jalur pengadilan, baik mulai pembacaan surat dakwaan sampai pada pembacaan surat putusan oleh majelis hakim.

-  Dokumentasi kasus merupakan catatan untuk mengumpulkan keterangan korban (kronologi kasus), bukti, beserta berkas-berkas lainnya yang dianggap penting dan memiliki kaitan dengan kasus yang sedang ditangani. Contohnya : gambar dan Surat Visum

-  Pendataan yaitu pengumpulan data korban yang berupa informasi korban, meliputi nama, tempat tinggal, serta kasus yang dialami oleh korban.

-  Analisa dinamika, tantangan dan hambatan merupakan bagian penting yang perlu diperhatikan dalam menangani sebuah kasus. Pemetaan awal yang dilakukan adalah, menentukan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut baik secara vertical maupun horizontal. Vertical meliputi pihak stackholder atau pemangku kebijakan, horizontal meliputi keadaan social kemasyaraktan. Atas pemetaan dinamika tersebut kita dapat mengetahui tantangan serta hambatan yang dihadapi sehingga melahirkan langkah- langkah strategis yang akan dilakukan. Langkah-langkah yang harus dilakukan terlebih

b. Advokasi Kebijakan Publik

Ada pembedaan yang secara prinsipil antara advokasi penanganan kasus dan advokasi kebijakan public. Advokasi penanganan kasus prinsip utamanya adalah menangani kepentingan Korban secara perseorang sedangkan advokasi kebijakan public adalah mendorong kepentingan bersama dalam hal mempengaruhi suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemangku kebijakan, Baik dalam bentuk produk hukum atau legislasi yang dikeluarkan, serta beragam kebijakan yang berkaitan dengan perempuan dan anak sesuai dengan leading sectornya.

Secara umum Advokasi kebijakan public merupakan upaya pembelaan (pengawalan) secara terencana terhadap rencana sikap, rencana tindakan atau rencana keputusan, rencana program atau rencana peraturan yang dirancang oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan agar sesuai dengan kepentingan masyarakat.

1. Menindak lanjuti Hasil Analisa dinamika, tantangan dan Hambatan

Atas temuan dari hasil analisa dinamika, secara tidak langsung dapat mengetahui mengenai pemetaan masalahnya serta pihak yang berkepentingan dalam suatu kebijakan, langkah-langkah yang ditempuh untuk menindak lanjutinya adalah :

  • -  Mengerti dan memahami isi dari kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa kebijakan apa saja tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut.

  • -  Pelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan mendapat manfaat dari kebijakan tersebut.

  • -  Siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan.

  • -  Siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka.

  • -  Tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang diproses. Jaringan    formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forum public hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari individu- individu yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan.

  • -  Mencari tahu apa motivasi para aktor utama dan juga jaringan yang ada dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat

    Perlu dipahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. Advokasi butuh perencanaan

yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi:

- Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya.

  • -  Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai politik yang berorientasi reformasi pada pemerintahan.

  • -  Melakukan lobi-lobi antar instansi, pejabat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan (NU dan Muhammadiyah).

  • -  Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi.

  • -  Melewati aksi-aksi peradilan (litigasi, class action, dan lain-lain).

  • -  Memobilisasi massa untuk melakukan demonstrasi

  • -  Keberhasilan advokasi kebijakan untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik sangat tergantung kepada kualitas aktor atau para aktor yang memainkan peran dalam advokasi kebijakan tersebut yang meliputi kemampuan intelektual, kemampuan mengkomunikasikan ide dan pemikiran, kemampuan untuk menjalin relasi politik dan pengorganisasian kekuatan politik serta kemampuan membangun opini publik.

    Hambatan dan tantangan dalam mengadvokasi kebijakan public

  • -  Tiadanya political will dari pemangku kebijakan dalam merespon perkembangan masalah ditengah masyarakat serta cara pandang terhadap gender yang masih menjadi nilai yang tabu sehingga berpengaruh didalam pembentukan produk regulasi maupun kebijakan yang dikehendaki.

  • -  Lemahnya jalinan komunikasi antara kelompok masyarakat dengan pemangku kebijakan serta kurang pahamnya seorang aktor dalam mengkomunikasi ide dan pemikiran, pengorganisasian kekuatan politik serta kemampuan membangun opini publik.

2. Merespon Isu Perempuan dan Anak

RPA sebagai lembaga yang konsen dalam isu Perempuan dan anak ikut mendorong berjuang dalam mempengaruhi kebijakan public dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  • -  Ikut berpatisipasi menginisiasi dan mengawal pembentukan produk regulasi yang berkaitan dengan perempuan dan anak.

  • -  Mengkosolidasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk sadar terhadap hak-haknya serta mengajak untuk sama-sama memperjuangkan haknya.

  • -  Melakukan riset sebagai acuan dalam memberikan masukan, terhadap suatu produk regulasi maupun kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.

  • -  Mengkaji peraturan perundangan-undangan yang tumpang tindih yang berkaitan dengan perempuan dan anak, maupun melakukan upaya hukum berupa judiacial review maupun legislative review, manakala ada peraturan yang mendiskriminasi hak-hak perempuan dan anak.

C. Apa itu Pendampingan ?

- proses pemberian layanan berupa konsultasi dan bantuan hukum baik didalam pengadilan (litigasi) maupun diluar pengadilan (non litigasi)

- Mengidentifikasi kebutuhan berupa akses kesehatan, pendidikan, serta kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan korban.

-Mendorong tumbuhnya inisiatif dalam pengambilan keputusan sehingga kemandirian dapat t erwujud dan berkelanjutan. Dalam hal ini memberikan kesadaran akan hak-haknya sebagai warga negara untuk memperjuangkan hak-haknya. Seperti ikut terlibat dalam mengawal kebijakan maupun produk regulasi yang dikeluarkan.

D. Alur Penanganan Kasus RPA

  1. Assesment adalah suatu proses pengumpulan data atau informasi mengenai perempuan dan anak yang terlibat dalam masalah hukum, yang bertujuan untuk merencanakan langkah-langkah yang akan diambil dalam pendampingan yang diberikan oleh RPA.

  2. Identifikasi Kebutuhan Korban adalah suatu upaya untuk mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan layanan atau fasilitas yang diinginkan oleh korban.

  3. Identifikasi Sumber Daya RPA adalah upaya untuk mengetahui kesanggupan Lembaga dalam memenuhi layanan maupun kebutuhan korban.

  4. Membuat Rencana Intervensi adalah ikut terlibat dalam menyusun dan menentukan langkah-langkah strategis yang berkaitan dengan kepentingan terbaik korban.

  5. Pendokumentasian merupakan serangkaian catatan untuk mengumpulkan keterangan korban (kronologi kasus), bukti, beserta berkas-berkas lainnya yang dianggap penting dan memiliki kaitan dengan kasus yang sedang ditangani. Contohnya : gambar dan Surat Visum, dll.

    DEMIKIAN DAN TERIMA KASIH 

Sistem Kepemiluan dan Kepartaian

OLEH : SYAIFUL HIDAYATULLAH

 

Sejarah pemilu bangsa Indonesia mengalami proses dirupsi dalam perkembangannya, mulai dari Orla, Orba, sampai reformasi. Sejarah pemilu pada era ORLA paling demokratis di Indonesia adalah terjadi pada tahun 1955. Pemiilu pada tahun 1955 dinilai sebagai pemilu paling demokratis sepanjang sejarah bangsa Indonesia, yang notabene keadaan negara pada saat itu dalam keadaan sembrawut akan tetapi dapat menjalankan system pemilu dengan begitu demokratis sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Peralihan kekuasaan dari Orla ke ORBA adalah perubahan peralihan yang menjadikan system pemilu bangsa Indonesia yang awalnya dipilih langsung oleh rakyat sudah tidak lagi diberlakukan. Pada masa ORBA segala sesuatunya, termasuk system pemilu diarahkan untuk tetap memilih ORBA yang notabene partai golkar sebagai partai atau alat yang dijadikan oleh ORBA untuk kepentingan melanggengkan kekuasaannya. Keberadaan partai pada ORBA terbilang sangat sesdikit, dan hamper pada ORBA tidak terlalu banyak aktivis maupun politisi yang melakukan kritik atas ORBA. Pengontrolan penuh ORBA dalam berbagai macam sector ini dengan melibatkan ABRI sebagai intitusi yang dapat melakukan pembungkaman terhadap kelompok-kelompok yang membangun diskursus.

Momemtum untuk mengembalikan kedaulatan rakyat, mencuat saat salah satu anggota Dewan keterwakilan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yaitu Khofifah Indah Parawansa yang secara terbuka mengkritik ORBA dan menyatakan diri Bahwa saatnya pada tahun 1998 ORba akan mengalami kejatuhan. Hal yang sama dilakukan oleh Para aktivis cipayung plus, salah satunya adalah datang dari ketua Umum organisasi eksternal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Abdul Muhaimin Iskandar, dengan disusul gelombang protes datang dari berbagai tokoh, pemuda, dan mahasiswa, yang berpuncak pada tahun 1998. Gelombang protes ini dilakukan untuk mengembalikan kedaultan ditangan rakyat. Gerakan bernama REFORMASI ini memiliki beberapa agenda yang harus dilakukan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan amandemen terhadap Undang-undang dasar (UUD) sebagai Konstitusi dari negara. UUD sebagai hukum dasar memilki peranan yang sangat penting mengingat UUD adalah dasar dari pada segala bentuk kehendak yang inginkan oleh negara di masa depan. Salah satu agenda yang ingin dilakukan perubahan dalam pasal undang-undang dasar adalah pada pasal 6A yang mengatur tentang kepemiluan agar dikembalikan kepada kedaultan rakyat seutuhnya dengan membentuk suatu lembaga yang menyelenggarakan dalam urusan kepemiluan dalam hal ini adalah Lahirnyha Komisi pemilihan Umum (KPU).

Ada beberapa tahapan selain daripada melakukan perubahan atau amandemen terhadap Undang-undang dasar yang berkaitan dengan PEMILU adalah sebagai berikut :

1.       Mengembalikan kedaulatan rakyat dengan melakukan amandemen undang-undang dasar yang berkaitan dengan system pemilu (pasal 6A).

2.       Melakukan pemilihan presiden langsung. Jika pada jaman ORLA dan ORBA pemilihan hanya memilih partai, di era reformasi dengan melakukan perubahan dalam system pemilunya, pemilihan akan diarahkan pada orangnya bukan pada partainya.

3.       Memungkinkan calon ikut dalam pemilu.

4.       Penguatan hak  disabilitas dalam pemilu. Barulah kemudian tercantum dalam PKPU dan Peraturan bawaslu

5.Mendorong keterwakilan dari perempuan (affirmation action). Undang-undang nomor 11 tahun 2003 adalah undang-undang pertama yang membicarakan keterwakilan 30% dari perempuan.

Azas-Azas Pemilu Demokratis

1.       Langsung

2.       Umum

3.       Bebas

4.       Rahasia

5.       Jujur

6.       Adil

(UUD 1945, UU pemilu Gubernur, Bupati, dan walikota).

Azas Penyelenggara Pemilu

1.       Mandiri

2.       Jujur

3.       Adil

4.       Berkepastian hukum

5.       Tertib

6.       Terbuka

7.       Professional

8.       Proposional

9.       Akuntabel

10.   Efektif

11.   Efesien

(Pasal 3 UU nomor 7 tahun 2007 tentang Pemilu)

Keberadaan lembaga yang melakukan pengawasan terhadap penyelenggara pemilu dirasa sangat penting, mengingat untuk mewujudkan pemilu yang diinginkan sesuai dengan asas-asas pemilu haruslah dibentuk lembaga pengawas yang madiri untuk melakukan pengawasan. Bawaslu adalah salah satu lembaga bentukan semngatg reformasi setelah melakukan perubahan beberapa kali namanya. Pada perkembangannya Bawaslu dimaknai sebagai lembaga yang berada daibawah KPU, hal ini dikatakan demikian mengingat keberadaan dari pada penyebutan Bawaslu dala undang-undang dasar tidak disebutkamn. Dalam undang-undang dasar hanya menyebutkan KPU, atas dasar ini KPU berkesimpulan bahwasannya bawaslu berada dibawah KPU. Sehingga dalam hal Bawaslu akan melakukan perekrutan petugas-petugas maupun komisionernya dilakukan perekrutan oleh KPU selaku lembaga yang menyelenggarakan pemilu. Atas tindakan yang dilakukan oleh KPU tersebut, menuai banyak protes dating dari beberapa kalangan, salah satunya adalah Wahidah Suaeb selaku Tokoh wanita yang gencar menyuarakan keterlibatan 30% wanita dalam pemilu dan Irman Putra sidin selaku ahli hukum tata negara. Mereka melakukan Judicial review  atas Pasal 6A yang terdapat dalam Undang-undang dasar Tahun 1945. Irman Putra sidin dalam pandangannya, berkaitan dengan pasal 6A UUD tersebut menyatakan, bahwa penyebutan KPU dalam pasal 6A tersebut tidak dimaknai bahwa KPU membawahi semua lembaga penyelenggara pemilu seperti halnya Bawaslu selaku lembaga pengawas atas penyelenggaraan pemilu serta berwenang untuk melakukan perekrutan dan test and propertes atas anggota Bawaslu. Irman Putra Sidin dalam pandangannya memberikan logika sederhana mengenai KPU tidak sejajar dengan Bawaslu ini. Secara kedudukan Bawaslu dan KPU memiliki posisi yang sama dalam kedudukannya sebagai lembaga negara yang mempunyai fungsi dan tugas untuk penyelengagaraan pemilu. Jika KPU adalah adalah lembaga penyelenggara PEMILU, maka Bawaslu adalah lembaga yhang melakukan pengontrolan atau pengawasan atas KPU. Bawaslu sebagai lembaga yang mandiri melakukan pengawasan atas PEMILU tentu untuk melakukan perekrutan anggotannya dilakukan secara sendiri atau dengan kata lain tidak melibatkan pihak lain dalam perekrutannya, begitupun halnya KPU itu sendiri. Bagaimana bisa terwujudnya pemilu yang adil dan terbuka sementara dalam hal perekrutan anggota tidak dilakukan secara mandiri oleh Bawaslu itu sendiri. Atas penyampaian Irman Putra Sidin tersebut, Mahkamah Konstitusi mengabulkan dalam Putusannya dan mengatakan bahwa Bawaslu Dapat melakukan pengawasan karena posisi Bawaslu dan KPU adalah Sama.

Berbekal putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, bawaslu menjadi lembaga Pengawas yang dipercayakan oleh seluruh masyarakat  diseluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan terhadap pemliu agar terciptanya pemilu yang baik, adil, dan jujur.