Selasa, 22 Oktober 2019

PERKEMBANGAN TEORI HUKUM

       Tiga pilar besar peradaban dunia yang berlaku abadi di sepanjang masa antara lain, 1).Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad untuk bidang teologis dan moralitas. 2). Bangsa yunani kuno untuk bidang filsafat, dan 3). Bangsa Romawi Kuno untuk bidang hukum, politik, dan pemerintahan.

        Banyak teori hukum mengajarkan bahwa hukum harus stabil (stable), tetapi dia tidak boleh diam (still) atau kaku (rigid). Sepintas kelihatannya pernyataan teesebut saling bertentangan antara satu sama lain, tetapi sebenarnya tidak saling bertentangan. Karena, demikianlah salah satu facet hakiki dari hukum dimana disatu pihak hukum harus mengandung unsur kepastian, dan prediktabilitas, sehingga dia harus stabil. Tetapi dilain pihak hukum haruslah dinamis, sehingga selalu dapat mengikuti dinamika perkembangan kehidupan manusia.

        Di samping itu, sering pula dikatakan  bahwa seorang ahli hukum (dogmatis) mulai masuk ke teori hukum manakala dia telah mulai meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dogmatis hukum, yakni pertanyaan-pertanyaan tentang "darimana", "mengapa", "bagaimana", dan "untuk apa" (sudikno mertokusumo, 2011 :11). Atau dengan perkataan lain, pemikiran teoritis hukum memang agak menerawang, karena memang dia haruskan untuk banyak merenung.

       Dalam hal ini, teori hukum meruoakan studi tentang sifat dari hak-hal yang penting dalam hukum yang lazim terdapat dalam sistem-sistem hukum, dimana salah satu objek kajiannya adalah pembahasan mengenai unsur-unsur dasar dari hukum yang membuat hukum berbeda dengan aturan standar lain yang bukan hukum. Tujuannya adalah untuj membedakan mana yang merupakan sistem hukum, dan mana yang merupakan bukan sistem hukum. Namun yang jelas, disepanjang sejarah perkembangan pemikiran tentang hukum, tidak terdapat bukti-bukti cukup yang menyatakan bahwa manusia bisa mendapat jawaban yang dogmatis dan final terhadap pertanyaan "apakah hukum itu".
         Selanjutnya, seorang ahli hukum lain, yaitu van apel doorn memberikan luas cakupan dari teori hukum sebagai berikut :

1. Tentang pengertian hukum.
2. Tentang objek ilmu hukum, pembuat          undang-undang, dan yurisprudensi.
3. Tentang hubungan hukum dengan logika. (Sudikno merrokusumo, 2011:19).

         Secara lebih lengkap, sebenarnya, yang menjadi ruang lingkup dari teori hukum sebagai berikut :

1. Yang berkenaan dengan analisis hukum, yang meliputi :

a. Pengertian hukum.
b. Kaidah hukum.
c. Sistem hukum.
d. Lembaga-lembaga dan bentuk-bentuk hukum.
e. Pengertian yang bersifat teori hukum dan filsafat hukum.
f. Fungsi-fungsi yuridis.
g. Sumber-sumber hukum.

2. Tentang metodologi pembentukan hukum.

3. Yang berkenaan dengan metodologi law emforcement, yang mencakupi :

a. Penafsiran undang-undang.
b. Kekosongan hukum.
c. Antinomi dalam hukum.
d. Penerapan pengertian atau kaidah-kaidah yang kabur.
e. Penafsiran perbuatan hukum keperdataan.
f. Argumentasi yuridis.

4. Yang berkenaan dengan ajaran ilmu dan ajaran tentang metode dan dogmatik hukum, yang mencakupi :

a. Ajaran ilmu dogmatik hukum.
b. Ajaran metode dogmatik hukum.

5. Kritik ideologi hukum yang meliputi :

a. Pembentukan undang-undang.
b. Peradilan.
c. Dogmatik hukum (sudikno mertokusumo, 2011: 91).
 
       Kemudian sebagaimana diketahui bahwa pemikiran  dan renungan-renungan tentang hakikat hukum tersebut sudah lama terdapat dalam sejarah. Dan, sejak munculnya pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang hukum, yakni sejak zaman yunani (abad ke-5 sebelum masehi), teori dan filsafat hukum selalu menjadi jawaban terakhir bagi berbagai persoalan hukum prinsipiel yang dialami oleh masyarakat, meskipun disepanjang zaman sampai saat ini teori dan filsafat hukum tersebut terkadang muncul ke permukaan air tetapi terkadang tidak sampai ke permukaan, tetapi bermain didalamnya. Di antara pertanyaan yang meminta filsafat hukum untuk menjawabnya adalah apakah hak manusia tersebut merupakan pemberian alam (hukum alam) ataupun pemberian dari undang/putusan hakim.

       Dalam hal ini, menurut Roscue Pound, disepanjang sejarah hukum, filsafat hukum telah berperan sebagai berikut (Roscue Pound, 1954:1) :

1. Sebagai pelayan yang bermanfaat
2. Sebagai pelayan yang tiran.
3. Sebagai majikan.

       Dan, tambah Roscue Pound lagi, disepanjang sejarah hukum, filsafat hukum telah dengan nyata digunakan untuk hak-hal sebagai berikut (Roscoe Pound, 1954: 2) :

1. Untuk keluar dari tradisi-tradisi yang telah usang.
2. Untuk menafsirkan hukum yang ada, yang tidak  berubah terhadap masalah-masalah hukum yang menginginkan perubahan hukum.
3. Untuk membawa hal-hal baru sesuai perkembangan dalam masyarakat kedalam hukum tanpa mengubah hukum yang telah ada.
4. Untuk mengorganisasikan dan mensistemisasi subtansi hukum yang telah ada.
5. Untuk mengukuhkan kaidah-kaidah hukum baru yang menggantikan huku yang telah usang.
6. Untuk memberikan gambaran yang komplet dan final mengenai kontrol sosial.
7. Untuk meletakan dasar-dasar terhadap praktik moral, hukum, dan politik.

         Maka, kalau begitu, apakah perbedaan antara ilmu hukum dogmatis dengan teori hukum. Dapat dikatakan bahwa perbedaan antara ilmu hukum dogmatis dengan teori hukum adalah bahwa ilmu hukum  positif/dogmatis membahas persoalan hukum dengab beracuan kepada peraturan hukum positiv yang berlaku, sehingga bersifat sangat "apa adanya" (das sein), tetapi sebaliknya teori hukum tidak menganalisis hukum dengan acuan kepada hukum positif, tetapi lebih kepada dalik-dalil teoritisnya melalui suatu penalaran yang mendalam, sehingga berbeda dengan ilmu hukum positiv, teori hukum lebih melihat hukum sebagai "apa yang semestinya" (das sollen). Dengan perkataan lain, yang dicari oleh ilmu hukum adalah validitas suatu aturan hukum dan tindakan hukum, sedangkan teori hukum lebih mencari kebenaran dan pencapaian keadilan dari suatu aturan atau kaidah hukum.

         Disamping itu, karena teori hukum berbicara tentang hubungan antarmanusia, maka teori hukum akan berfokus pada manusia. Memang dahulu kala ada seperangkat aturan hukum yang berlaku dan diperuntukan terhadap selain manusia, misalnya terhadap binatang, seperti terlihat dalam contoh berikut ini :

1. Sebuah batu atau lembing atau benda lain yang terbukti telah membunuh manusia dapat diproses dan diperiksa secara hukum dalam suatu pengadilan khusus ( hukum athena kuno).

2. Seekor binatang yang telah membunuh manusia dapat digugat dan diproses secara hukum (hukum diabad pertengahan).

3. Para belalang yang telah merusak tanaman dapat digugat dan diproses secara hukum (hukum diabad pertengahan).

4. Seekor sapi jantan yang telah membunuh manusia, maka sapi tersebut juga harus dibunuh (bible).

5. Alam, binatang, dan tumbuh-tumbuhan merupakan subyek hukum, sehingga dia memiliki hak asasi dan hak standing untuk beracara dipengadilan (teori hukum lingkungan yang modern).

         Dari beragam pandangan hukum tersebut, terlihat bahwa yang namanya teori hukum (legal theori) berbeda dengan filsafat hukum. Kutipan berikut ini juga memperlihatkan perbedaan antara teori hukum dengan filsafat hukum tersebut, yaitu (B. Arief sidharta, 2009:8)  :

" filsafat hukum dengan teori hukum tidaklah sama. Filsafat hukum merefleksi semua masalah fundamental yang berkaitan dengan hukum, dan tidak hanya merefleksikan hakikat dan metode dari ilmu hukum atau ajaran metode. Lebih dari itu,  filsafat hukum bersifat kritikal terhadap pengaruh dari filsafat ilmu modern pada teori hukum".